Kamis, 17 September 2020

Kenangan Lama

Day 3 - A Memory
#30dayswritingchallange

Bermula sejak 2014..

Membedah sedikit ingatan lama yang membekas. Tahun dimana semua mulai terbentur, terbentur, dan terbentuk. Mencari jati diri sebenarnya, mengukur sejauh mana proses berjalan dengan sejuta pembelajaran. Masa ini sedang aktif-aktifnya kuliah. 

Ingatan pertama..
Dulu di UKM pertama yang aku ikuti, aku pernah menggambar diatas spanduk besar dengan ukuran 5x2 meter persegi. Duh, kebayang dong gimana besarnya. Pertama harus bikin kotak-kotak kecil untuk animasi masing-masing anggota, diukur satu persatu. Terus ngumpulin semua alat-alat lukis, pensil, penghapus, spidol, cat, kuas dan sebagainya. Acaranya itu kebetulan berkaitan dengan olahan limbah, eh apa sih yaa.. Lengkapnya lupa, tapi kreasi dari barang bekas lah intinya. Aku tentunya nggak kerja sendiri, butuh team creative lainnya juga. Kita juga nggak bisa apa-apa dan bukan siapa-siapa tanpa orang lain disisi kita. Ya kan?? Lanjut..

Setelah semua terkumpul, mulai ke tahap penentuan letak. Posisi siapa yang dipojok kiri atas, tengah, kanan atas juga bagian bawah. Kalau ditanya susah atau enggak, ini relatif. Tergantung sejauh mana kamu menikmati prosesnya. Kesalahan dalam sebuah karya juga pasti ada, ketumpahan cat, salah warna, terlalu miring, senyum kurang lebar sampai tinta spidol yang kehabisan. Waktu itu yang aku pikirkan adalah, bagaimana raut wajah teman-temanku ketika mereka melihat ada wajah baru mereka yang tergambar jelas disebuah maha karya. Adakah senyum mereka yang terukir? Mungkin.

Ingatan kedua..
Aku juga tergabung disebuah komunitas Volunteer didaerahku yang bergerak dibidang pendidikan dan soft skill. Menurutku, ini adalah salah satu pencapaian besarku. Tidak semua orang terpilih untuk memilih. Lucunya, diawal aku masih terlalu kaku untuk menjeslaskan siapa aku dan apa tujuanku. Wajar dan itu sangat manusiawi. Komunitas ini terdiri dari orang-orang yang beragam latar belakang, suku, karakter, bakat dan lainnya. Mereka adalah orang-orang hebat yang belum pernah aku temui sebelumnya. Dari mereka, aku banyak belajar. Bagaimana cara bersikap, saling berbagi, kerjasama, tanggungjawab, kebersamaan yang hangat, keluarga baru, cerita baru dan mengukir kenangan. Lalu apa yang kalian lakukan? Banyak lah. Klise sekali, haha..

Beberapa kisah, kami pernah terjebak disebuah genangan air pasang (ketika mengajar di wilayah pesisir) dan memilih untuk tetap melewatinya walaupun kami tahu itu adalah air asin. Alhasil ketika sampai dirumah, motor yang kami bawa harus segera mandi supaya jauh dari karat. Kami juga pernah makan besar disebuah panti asuhan, dimana adik-adik kebanggaan kami menyuguhi kami dengan sate kambing qurban, lengkap dengan nasi dan lauknya. Luar biasa rezeki hari itu, dan masih banyak kisah lainnya yang barangkali cukup (hanya) ada dalam ingatan masing-masing volunteer. Waah..

Ingatan terakhir yang ingin dibagikan..
Mereka mengenal aku sebagai Katir yang nge-Doodle. Eh iya, aku juga turut berkontribusi untuk design baju komunitas kami dengan insial huruf yang dibentuk dari susunan monster Doodle Art. Hal ini juga yang membuatku percaya diri dalam menggambar. Sederhananya, ternyata mereka suka.

Tulisan kali ini cukup singkat, semoga siapapun yang membaca ini bisa tetap mendapat dorongan untuk meraih apa yang dicari selagi kamu mau. Kita nggak akan pernah belajar kalau kita nggak pernah mencoba.

Sampai ketemu dihari keempat.

200917, Katir behind me.







Rabu, 16 September 2020

Sederhana Saja

 Day 2 : Things That Makes You Happy

#30dayswritingchallange


Welcome to day 2


1. Menggambar

Duh, ini jadi moodbooster (banget) sih. Saking senengnya kalau ngegambar, suka ngebagi-bagiin hasil karya juga ke orang lain. Ada aja, mulai dari coretan kecil yang ngasal, gambar seadanya, sampai sketsa tipis-tipis dengan penanda disudutnya. Tapi ada aja yang nerima, nggak tau deh beneran suka atau enggak. Faktanya, menggambar juga bisa jadi salah satu cara buat memproses informasi dan memecahkan masalah. Bahkan bisa lebih baik dalam menyimpan informasi daripada mendengarkan. Cakep nggak tuh??

Aku pribadi, lebih dulu mengenal lukisan natural dari sejak kecil. Banyak karya yang berseliweran dirumah, sisa cat yang mulai mengering, ujung kuas yang kaku, tetesan warna-warni dilantai sampai air dalam wadah yang mulai menghitam. Itu semua cukup untuk menjadi bekal, "oh, ini tak asing lagi". Lalu gimana untuk prosesnya?? Aku belajar, mandiri. Semua aku cari tau sendiri, nggak bisa bilang otodidak juga. Tapi menggambar dan melukis juga punya benang merah yang nggak sama dan cinta pertamaku adalah menggambar.

Belakangan ini, karya yang paling banyak itu adalah mencoret. Nama kerennya "Doodle Art". Banyak yang udah aku pelajari, kadang suka dijadiin kode kalau "laper" langsung aja ngegambar mangkok isi mie pake kuah. Hahaa.. It's simple. Aku suka setiap kali memulai sketsa, coretan pertama, menebalkan garis, menghapus bekas pensil, finishing. Ada rasa puas tersendiri yang meskipun nggak semua orang bisa mengapresiasi tapi aku senang dengan proses dan hasilnya.


2. Lampu Kota Malam Hari

3. Suara Hujan

4. Petrichor

5. Kitten

6. Dandelion

7. Biru

8. Didengar

9. Sayuran dan Buah Supermarket



Cukup 9 hal karena 7 terlalu mainstream, kalau 10 itu genap. Lebih dari itu takut kebanyakan, kurang dari itu bisa 1, 3, 5 juga bilangan prima. Udahlah 9 aja, 1 yang dijelaskan sisa 8 yang berkesinambungan dengan point nomer 8. Sampai ketemu hari ketiga.

200916, Katir behind me.


*petrichor


Senin, 14 September 2020

Aku dan Jejak Kulacino

 Day 1 (Describe Your Personality)

#30dayswritingchallange


Seperti kulacino. Aku, adalah jejak yang sengaja ditinggalkan. 


Di awal memang "agak" susah untuk membiasakan hal-hal yang sudah jarang dilakukan dan memilih memulai kembali. Menulis salah satunya. Terlebih menjelaskan tanpa menggurui tentang siapa "aku". Begitu banyak pertimbangan, seharusnya mereka tidak perlu tahu atau apa yang akan mereka pikirkan nantinya? Tentu saja, ini semua bagian dari jejak kulacino yang aku tinggakan.


Sulung, tumbuh mengeksplor diri sendiri dengan caranya. Masih sering melabel diri dengan introvert meski seringkali terjebak dalam ambivert. Senang dengan hal mengamati, memantau, dan terjebak dibalik layar. Berlatih mandiri, menyukai hal-hal kecil tak terduga, meskipun terlihat cuek dan acuh ketika pertama bertemu. Nyatanya menjadi introvert didunia yang bising bukan perkara yang mudah. Sering terlihat pendiam, padahal seisi kepalanya sangat riuh, banyak yang ingin diucapkan namun terlalu banyak kekhawatiran yang dirasakan sampai harus ditelan kembali. Berat ya?? 


Mencari jati diri, melawan ego, menahan amarah semua terekam jelas. Mencoba menjadi pendengar yang baik, belajar dengan memperhatikan dan mengasah sendiri. Aku bersyukur, setiap tulisan tersimpan makna mendalam seiring waktu berjalan. Aku dan jejak kulacino-ku.


200915, Katir behind me.



Selasa, 31 Maret 2020

Pura Pura (Luka)

Terkikis. Bahkan terlanjur memudar; menghilang.


Aku terdiam dibawah langit, menatap dengan nanar satu per satu daun yang menguning ditelapak kaki tanpa alas. Tak peduli tergores kerikil berserakan, tapi aku menikmati rasa sakit itu. Setetes demi setetes mulai terjatuh diseluruh penjuru, harum aroma petrichor serupa menjahit kenangan lalu. Dan lagi, aku menikmati masa-masa itu.

Banyak orang yang berkata bahwa aku ini bodoh. Rela mengorbankan setiap jejak-jejak waktu untuk menunggu. Mereka tahu apa?? Mereka tidak perlu tahu aku terluka. Mereka tidak perlu tahu jika hatiku nyaris rebah bahkan patah. Sesekali, aku pun ingin egois. Sebab menahan luka, membuatku hilang kendali akan tangis. 

Hujan masih belum reda, aku masih orang yang biasa. Terbiasa meratapi luka yang tak patut diingat lagi. Terbiasa dengan angin yang mencoba merayu kenangan. Terbiasa memintal mimpi pada bulan, lalu terbakar matahari. Benarkan?? Aku masih orang yang biasa. Begitu yang aku pahami. 

Perlahan kusandarkan diri pada sebuah batang cemara yang basah. Basah oleh tangis langit yang menghitam seperti sebuah gumpalan amarah. Seolah-olah berkata, jangan tautkan hatimu pada siapapun. Benar. Tak usah saling menyalahkan, kita sama-sama memiliki luka yang menyakitkan. Tetapi pada kenyataannya saat ini, meski tahun telah berganti. Aku masih saja membaca buku yang sama. Aku kembali menggali, dan aku berharap semoga aku bisa mengakhiri "pilihan" mengulang berkali-kali kisah ini. 

Kamu tahu? Sulit menjadi aku yang tahan akan luka. Hari ini, tidak satupun manusia yang akan peduli apakah ia telah melukai orang lain atau tidak. Namun pada saat yang bersamaan, mereka juga tidak ingin dilukai. Kamu berhak memilih, kamu juga berhak bahagia dengan apa yang kamu pilih. Aku memilih terluka, dan kamu memilih melukai. Mungkin lebih baik begini, berpura-pura baik-baik saja.

Pada akhirnya, kita akan berpura-pura.