Rabu, 20 Januari 2016

Ketahuilah

Tuhan, seberapa jauh lagi perjalanan yang harus aku tempuh untuk meyakini hati seseorang? Meyakini bahwa menyanyanginya sesengguhnya benar hanya karena-Mu. Bahwa semua adalah omong kosong baginya, sudah terlalu memekakkan telinga, bosan dan bahkan semua tak berarti apa-apa. Sayangnya (mungkin) hanya berlaku kepadaku. Dengan mudahnya dia tertawa dengan seseorang disana, padahal dia tahu benar bahwa seseorang lain sedang terluka disini. Kisah ini memang belum setengah abad, tapi apakah ada yang salah dari semuanya? Jika memang benar ini hanya perkara kasihan, bagaimana jika ini aku kembalikan kepadamu? 


Selagi aku mampu bertahan hanya dengan berdiam diri maka diamlah. Dengan berdiam diri itu sudah mampu membuktikan aku kuat. Mungkin terlalu banyak berharap kepadamu menjadi dasar kesedihan ini. Aku tak berani menjanjikan apapun kepadamu, aku hanya bisa pura-pura tersenyum agar aku tak perlu menjelaskan mengapa aku bersedih. Bagiku, ini sudah lebih dari cukup jika dibandingkan kau harus menangisi aku. 

Senin, 04 Januari 2016

Dirindu


"Beradalah di posisiku. Mungkin kau akan lebih mengerti tentang abu-abu yang mengelilingiku; melepaskan atau mempertahankanmu." *kutipan satusenja

Sudah 7 hari berlalu hanya dengan menggenggam bayangmu. Melewati semua dengan sisa remahan kue yang berserakan disudut kamar. Nadiku sumbat, pikiranku cacat. Tiga benda yang membuat candu tak berarti apa-apa; membosankan. Kuhirup aroma kopi basi yang seharusnya sejak semalam sudah ku nikmati bersamamu. Sayangnya kau tak bergerak, mengendap didasar gelas. Sejujurnya aku ingin merindukanmu dengan baik, dengan banyak semoga yang kupintal sebagai pengganti adaku yang meneduhkan juga menghangatkan. Aku belum pejam, anganku berkeliaran kemana-mana. Aku sedang memerangi diriku sendiri melawan ego juga emosi. Hanya karena aku ingin selalu mengertimu. Rintik peluh yang kubentuk menjadi tirai kesetiaan, biar lelah tapi tetap kulakukan. Aku tidak khawatir, karena didalam doaku- aku memohon Tuhan menjagamu. Semoga tidak ada yang sia-sia, semoga semua baik-baik saja. Lagi, aku belum pejam. Memikirkan kecerobohanku ketika aku tak bisa menguasai diri. Tak berkabar, mengapa? Ku harap kamu paham. Tidak ada yang kekal dalam hidup ini. Bagaimana jika Tuhan menukar posisi kita? katamu.

Seberapakali aku mencoba membuka percakapan denganmu, hasilnya tetap akan sama. Seperti berhenti pada kolom teks yang seharusnya sedari tadi sudah terisi. 

Teruntuk kamu yang (telah) datang, (telah) menghilang, (telah) kembali, lalu lenyap lagi. Aku mencarimu pada setiap senja yang warnanya menyesakkan. Aku tetap berlari untuk sekedar meyakinkan diri sendiri ada kau diujung sana. Dari semua yang terjadi, menyakitkan, menyesakkan, pun menyenangkan, aku hanya bermaksud menyayangimu, sudah itu saja.