Rabu, 18 November 2015

Bulan Diujung Bahagiamu

Kalau mereka mengatakan bertahan itu adalah hal yang bodoh, 
maka akan ku lakukan sesuatu yang mereka anggap adalah kebodohan.

Tak ada yang berubah, begitu katamu. Akupun demikian, masih seperti ini. Ku ulurkan tangan ketika kau kembali kepangkuan berada dalam dekapan. Sosok yang tak pernah jauh dalam ingatan. Namun sayangnya hanya sekedar bias cahaya yang tak pernah bisa kujamah. Tawa renyah, perlakuan hangat dan tatapan yang tajam senantiasa selalu menenangkan. Apalagi yang tidak ku syukuri? Pernah suatu malam, aku memandang langit dan berharap kau juga disini bersamaku melihat hal yang sama. Kita berada disebuah beranda rumah dengan segelas kopi yang asapnya masih mengepul. Sesekali kita meneguknya bersama-sama. Aku dengan sepotong tiramisu dan kau masih dengan senyummu. Sesekali kita tertawa lepas, seolah hanya kita yang merasakan kebahagiaan ini. Tapi sayangnya mendung tiba-tiba datang diwaktu yang tidak tepat. Nyatanya kau telah menikmati semua ini lebih dari apa yang aku rencanakan bersama dia yang telah lama menetap didalam hidupmu. Aku tersenyum, karena bagiku luka-luka goresan ini sudah tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan semua bahagiaku. Kau adalah kumpulan luka-luka yang paling ku cinta. Bahagiaku karena aku mengenalmu dengan caraku. Cara yang semua orang belum tentu mengerti. Aku tidak peduli seberapa besar sayang yang kau miliki dan seberapa besar sayang yang kau berikan padanya. Karena bagiku, semua yang aku terima ini sudah lebih dari cukup. Kau terlalu baik, sehingga mungkin aku harus berhutang budi karena kau telah memberikanku celah untuk merasakan bahagiaku. Aku tidak berharap banyak, hanya dengan sebuah sujud panjang yang kulakukan berkali-kali tanpa kenal lelah. Berharap kau akan menemukan bahagiamu kelak yaitu bahagia yang sebenar-benarnya. Karena aku tahu, aku bukanlah sepenuhnya bahagiamu. Aku adalah buku yang terkadang enggan kau baca, namun kau memilikinya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, menurutku karena kamu adalah bahagiaku. Aku senang mendengarmu bercerita, tertawa, dan segala yang ada padamu. Jika aku boleh meminta, tetaplah tinggal direlung hati terdalam sekalipun kadangkala kau harus tenggelam. Jika sebuah pengorbanan itu berharga, maka semua akan aku lakukan untuk menyelamatkanmu. Tidak ada yang pergi dan meninggalkan, untuk kesekian kalinya kalimat itu ku ulangi. Semoga suatu hari, tanpa pernah diminta. Bukan perkara menuntut semua harus disamaratakan, karena aku memang paham benar bahwa semua tidak akan bisa disamakan. Ada bagian tersendiri dalam hidup yang hanya kau sendiri mampu menilai. Aku tidak berharap aku adalah dia, dia yang selalu membuatmu bahagia; bahagiamu. Aku cukup menjadi aku, yang meskipun tak ternilai tetapi aku pernah menjadi bahagiamu. Aku bahagia melihatmu bersamanya, karena kau sungguh beruntung memiliki orang yang tak hanya kau menyanyanginya namun dia juga menyayangimu lebih. 

Surat ini kutulis dengan sisa senyumku malam ini, tinta penaku sudah habis. Dadaku sesak karena membayangkan suatu hari kau harus pergi dan aku akan sendiri. Selamat tidur untuk seseorang kuat dan luar biasa dalam membagi waktu untuk semesta dan jingga. Jangan bersedih, karena itu sudah cukup untuk membuatmu kembali berdiri. Walau tutur katamu tak seindah aksara pujangga, percayalah itu menenangkan. Senjaku..

"Aku hanyalah sebuah jeda dalam nafasmu, sementara dia adalah udara yang kau hirup dalam setiap hela."


Kamis, 12 November 2015

Jika Engkau Lelakiku Kelak

Aku baik-baik saja disini
Jagalah dirimu sendiri
Jika engkau untukku nanti
Allah pasti tuntun hatimu 
Melangkah menjemput diri ini
Mencintaimu dibalik layar

Ku tahu dan yakin benar bahwa cinta kan temukan jalannya sendiri. Seberapa jauh semua yang terlihat dan rasakan, segalanya akan berakhir dengan sebuah kepastian (nantinya). Jika memilikimu adalah sebuah kebahagiaan, maka akan kulakukan sebagaimana seharusnya. Kepada engkau yang mengisi relung hati, ingin ku tunjukkan kepadamu betapa kau begitu istimewa. Begitu banyak doa yang ku lafadzkan untukmu dalam waktu fardhuku, semoga suatu hari kau berpaling dan berjalan ke arah yang ku inginkan. Bagaimana bisa ini terjadi? Dalam tiap-tiap kesibukan yang telah menguasai waktuku, ada dua puluh empat jam yang Tuhan berikan dan aku memilih waktu tak lebih dari empat jam untuk memejam. Namun aku bersedia membagi separuh waktu tidurku untuk bangun disepertiga malam, mendokan segala perihal kau kepada Dzat yang Maha membolak-balikkan hati.

Kepada kau, lelaki yang pernah membuatku jatuh cinta sejatuh-jatuhnya. Kau adalah salah satu dari segala yang inginku tahu. Akan selalu ada waktu dimana aku menunggu, menunggu waktu dimana Tuhan memberi kesempatan untuk berhadapan denganmu. Setelah lama kita tak lagi mengisi waktu. Bersama dengan bintang menghampar di langit dunia, aku tak pernah berharap kau seperti peramal yang memahami arti diamku. Semoga disetiap kau membuka mata, kau tahu bahwa disini ada perempuan yang senantiasa mendoakanmu dalam lirih.

Entah mengapa, sudah sampai bagian ini aku baru menyadari bahwa aku terlalu sering menyanyikan lagu cinta yang tidak semua liriknya ku hafal dengan jelas. Yang aku ingat adalah, ada kau didalamnya. Teruntuk kau yang ada diujung sana, surat cintaku ini sangatlah buruk. Semoga kau dapat memakluminya, dan mengartikan ini secara lebih dalam. Bahwa ada yang mencintaimu dibalik layar secara diam-diam.

Tahukah kamu, dibalik resahnya kamu, ada yang diam-diam mengagumimu dan tak berani mendekat. Ada yang diam-diam mengamati dan tak berani menyapa namun selalu menggenggam namamu dalam doanya. Ada yang diam-diam bersujud kepada Tuhan, menyerahkan seluruh takdir hanya pada Tuhannya. 

Hai kamu yang diam-diam aku doakan dari kejauhan, entah mengapa begitu sulit menghapusmu dari ingatanku. Tak peduli seberapa banyak orang yang berada disekelilingmu dan mungkin salah satu diantara mereka adalah berharga dalam artian satu-satunya. Karena hanya dengan diam adalah caraku mencintaimu karenaNya, menyerahkan semua perasaan hanya pada Sang Pencipta, berusaha sebisa mungkin mencintaiNya, dan menepis rasa cinta yang belum semestinya. Innallaha Ma'ana.