Kamis, 26 Juni 2014

Mendramatisir Keadaan

Pengen nulis cerita ringan ni, edisi juni. Mumpung masih ada kesempatan, hajar aja -_-
Singkat cerita, ada beberapa kejadian yang memang bisa dibilang cukup mendramatisir keadaan. Jadi begini, jadi begini, jadi begini :v

[Iklan] *umi cantik pakek jilbab biru yang kayak baju abang pakek kemaren (dongker)*

Saya PPL di sebuah sekolah SMA/MA di Langsa. Kejadian ini pas tanggal 14 juni kemaren, hari sabtu. Jadi waktu itu ceritanya saya ngawas ujian di kelas XI IPS dengan seorang teman saya. Ada seorang siswa laki-laki yang melihat kearah saya dengan penuh rasa penasaran (mungkin). Saya agak aneh, lah kenapa ni anak? Saya juga balas liat dia, pandang-pandangan gitu ceritanya. Eh itu anak malah senyum, ohh tidak ada apa ini?? Saya gak diem aja, balas dong haha
Terus seiring jalannya waktu ujian, saya berjalan mendekati dia. Tau gak dia ngomong apa?? "Ibuk manis kali". Huaaaa -_____-" seperti itukah? Kemana aja baru nyadar wahai anak muda? Hahaha
Lanjut ni, pas selesai ujian tumben-tumbennya pada salam *cium tangan guru* 1x. Gak lama saya keluar kelas, jumpa lagi sama dia di tengah lapangan, saya mau ke kantor. Dia ulurin tangan lagi, tapi kali ini beda men. Dia salaman tapi tangan saya _________________ isilah sendiri -_- (sori bukan untuk konsumsi publik haha). Nah udah 2x kan salamannya, terakhir pas saya abis dari kantin gitu, eh ketemu lagi di depan kantor, salaman lagi. Dianya senyum-senyum gitu, amboy. Sehari itu, 3x dia salaman dengan saya. Hahaa. Tanda tangan mau gak?? Kayak FTV ajalah :D

Anaknya manis, gak terlalu tinggi. Alisnya tebal, benar-benar anak aceh yang kece haha. Setelah hari ujian itu, 5 hari berturut-turut kita selalu bertemu. Entah dia yang sengaja lewat di depan kantor guru PPL, entah saya yang sengaja berdiri di depan pintu hanya untuk mencari sosok dia. Bahkan kalau memang gak ketemu juga batang idung anak itu, saya sebentar-sebentar berdiri di depan pintu. Gak peduli orang mikir apa. Ya begitulah perjuangan, eitss. Diantara 5 hari itu, ada 1 waktu dia lagi berdiri di depan mading, dia melihat ke arah saya dan tersenyum "Remedial?" tanya saya ketika itu. "Gak buk, tapi nama saya ada ditulis". Begitulah kira-kira jawaban dia yang saya ingat. Ada yang ngagetin nih, dia ngomong ke saya dengan isyarat, dia minta nomor hp saya. Oh Tuhan kuuuu. Saya hanya bisa tersenyum :) -____-" dalam hati girang syekaliii.

Seminggu setelah saya ngawas di kelas dia, pas di hari sabtu juga. Fix kalau saya benar-benar gak menemukan sosoknya lagi. Entah kemana, mungkin gak sekolah karena ujian udah selesai. Berkali-kali saya celingak-celinguk tetap aja gak membuahkan hasil. Dia gak datang. Syedihh syekalii, gak bisa liat dia lagi. Kesepian aja, karena biasanya ada jumpa sama dia. Gak tau kenapa, memang gak ada yang istimewa sebenarnya. Dia pakai tas ransel warna coklat, gayanya rapi. Tapi sayangnya sampe sekarang saya gak tau nama dia itu siapa -_- walaupun udah ngawas di kelas dia. huhu

Cerita ini gak mentah-mentah saya tanggung sendiri, saya selalu cerita sama teman-teman saya. Mereka cukup antusias, malah ada yang ngeledekin. Memang sih dia masih kecil, loh memangnya kenapa? Kita kan gak ada hubungan apa-apa :D Makasih udah mau denger cerita yang gak jelas ini yaaa temaaaaaannnnnn.

[Iklan] *umi, besok kami mau umi pakek bedak. sikit aja mi*

Lanjut yaa ke dramatisir yang kedua, ini cerita di kampus. Teman saya (cowok) sedang sibuk sama laptopnya. Karena penasaran, saya dekati dia. Eh dia lagi main piano di laptop. Saya juga mau -___- ayolah kasih saya aplikasinyaa. Terakhir, dia ngasih juga haha bagus bagus. Saya gak langsung pergi, saya cukup tertarik untuk dengar permainan dia. *ting ting ting* [mengalahkan ayu ting ting]. Dia mainin lagu Vierratale - rasa ini, memang masih banyak yang kurang pas nadanya tapi saya suka. Rasanya tuh damai, tenang, senang aja. Terimakasih :) 

Trus nih gak cuma sampe situ aja, kita tuh kan lagi ada final exam. Jadi selepas keluar dari ruangan, saya masuk ke sebuah kelas yang ternyata ada dia disana sedang mainin piano. Mungkin lagi hangat-hangatnya piano sampe saya benar-benar ingin mendengarnya lagi *kepo*. "Grogi aku bay samping kau" katanya. "Yaudahlah aku pergi". saya beranjak bangun, eh dia malah megang lengan saya -_- hey don't touch me :p pikiran saya waktu itu adalah kenapa bisa kayak sinetron gini lah. Aneh aja.

Drama ketiga, pas final hari terakhir. Cerita ini gak panjang, plis jangan berenti baca tulisan saya ini. Plisss. Oke. Saya abis jumpain teman saya di ruang sebelah, trus waktu itu saya buru-buru mau keluar. Eh ada anak baru gitu yang lagi liat pengumuman, kita tuh kayak tabrakan jalan. Sama-sama mau jalan ke depan, berenti, jalan, berenti. Kayak pilem-pilem kan? Ini serius, tapi saya gak liat muka tu orang gimana. Gak berani -_- haha

Jadi gitulah ceritanya. Drama kan? Tumben aja bisa segitunya. Tapi, semua ini gak ada yang sia-sia kok, bukan sebuah kebetulan juga. Allah telah menggariskan sebuah perjalanan yang luar biasa untuk semua makhluk. Pasti ada hikmahnya :) InsyaAllah.

Mau wish dulu sebentar ni. Semoga saya bisa cepat tau nama anak itu siapa, bisa kenalan gitu haha adik loh adik. Gak usah mikir macem-macem :p oke.

Selesai ~


Sabtu, 21 Juni 2014

Apa Yang Terlihat

Sejauh apapun aku beranjak dari ingatanmu, mungkin kau tidak akan merasa. Karena bagimu, aku terlahir hanya menjadi teman yang hanya bersikap biasa. Memang tidak ada yang istimewa. Aku juga tidak ingin itu, aku tidak minta untuk diistimewakan. Silahkan pilih siapa yang berarti dalam duniamu, sekalipun aku tidak ada didalamnya. Tapi, kau berarti di duniaku. Aku tidak memintamu untuk membalas sesuatu yang sama dari apa yang telah aku perjuangkan. Sudah sejauh ini, aku tidak akan mundur, semua ini tidak ada yang sia-sia.

~ 18 Juni 2014 16:16 WIB

Senin, 16 Juni 2014

Surat Cinta Senjaku

Senja, bacalah surat cintaku ini dengan sepenuh hati. Rasakanlah aku mengalir disetiap aliran darahmu, menghangatkan hatimu dan bayangkan aku disisimu.

"Selamat malam Senja.

 Apa kabarmu? Tampaknya kau sedang tidak baik. Beberapa hari ini kau tak tampak anggun dengan jinggamu. Kau abu-abu. Bahkan hari ini kau menghitam. Mengapa? Mengapa kau biarkan musim hujan merenggut indahmu?

Maaf teruntuk kau yang tak pernah tersapa oleh angin. Aku bahagia mengenalmu, memahami dari hati ke hati. Aku mungkin bukan yang terbaik yang kau miliki, tapi aku bahagia memilikimu.

Aku merindukanmu, senja. Merindukan saat aku merangkai kata demi kata dalam luapan emosi.  Bisakah kita bersama lagi? Aku tidak mengerti bagaimana caranya aku harus bersikap di depanmu. Senja apakah kau tau, aku selalu menghela nafas panjang ketika melihatmu. Bisakah kau perlihatkan lagi senyum tulusmu untukku?

Aku menyayangimu, senja. Atas segala hal dengan keindahan tanpa durasi. Rasakan denyut nadiku ini, pada bagian mana kau sangat merindukanku? Setiap nadiku adalah sulur perdu yang hidup dari rindu. Seandainya kau tau, bahwa segala sesuatu hal yang telah, tak akan dapat kembali. Sekalipun samar-samar kau suarakan. 

Segala hal yang membuatku begitu rindu, semebar jingga kau yang berlabuh dalam tirai malam. Tutup matamu, adakah ingatan-ingatan yang selalu sibuk memanen kenangan? Kita pernah berdiam disana. Di sebelah matamu, aku terbit. Di sebelah matamu lagi, aku terbenam.

Senja, dan segala jingga yang ada dimatamu. Rinduku habis pada waktu, kata-kataku telah membatu dan aku mencintai ketiadaanmu. Angan-anganku sedang berusaha menyambungkan kotaku dan kotamu--menggantung jarak di dinding paling belakang rumah rindu. Sayangnya, rindu ini tak pernah tersampaikan. Meski di ujung lidah sekalipun, tak ada yang terucap. 

Senjaku, suddenly I’m missing you. Biarkanku menikmati rindu ini sementara waktu. Dengan binar-binar harapan, sebelum binar itu memudar lalu hilang ditelan malam kelam dan aku pergi meninggalkan harapan itu teronggok sepi. Pada akhirnya, senja meletakan segala ingatan yang tiada. Di debarku, kamu menjelma puisi paling nyala."

Tidak ada yang perlu disesali, tidak ada yang perlu disalahkan. Ku harap kau mengerti senjaku.~


~ Peri Tepi Danau

Rabu, 11 Juni 2014

Danau

Aku hanya ingin menulis, menulis dan menulis. Tak peduli siapa yang akan membaca nantinya. Suka atau tidak suka. Dia yang peduli atau tidak, bukan hal yang harus aku khawatirkan.

"Ibu peri, aku kehilangan sayapku".

Pagi ini, tidak ada yang istimewa. Dari mulai aku beres-beres untuk keberangkatan ke sekolah. Hari ketiga PPL (Praktik Pengalaman Lapangan). Sampai hari ketiga ini, semuanya masih biasa. Belum ada kegiatan yang menyibukkan, hanya saja harus sering-sering urut dada. Alasannya, keegoisan.

Apa yang kalian pikirkan? Kenapa terus-terusan mengeluh? Membanding-bandingkan? Kita sedang dicoba, mendapat ujian. Pantaskah jika hanya bisa berbicara hal-hal yang seharusnya tidak perlu diumbar-umbar. Astaghfirullah. Maafkan hamba-Mu Ya Rabb.

Ruangan ini memang ramai, seolah berlomba-lomba untuk menceritakan apa-apa yang telah dialami setelah berada di lapangan. Bagaimana denganmu? Pertanyaan ini sangat menjengkelkan rasanya. Aku tertekan, menghadapi hal-hal yang sebenarnya tidak pernah ada dalam pikiranku. Ini sudah hari ketiga, tapi tetap saja. 

Bukan ini saja, aku harus kembali dihadapkan oleh situasi yang cukup rumit. Menjadi pikiran, mengganggu. Aku berharap ketika itu dia ada, menepuk pundakku. Menggenggam tangan ini, berusaha menatap mataku meski aku tidak benar-benar memintanya. Setidaknya aku tidak merasa kehilangan seperti ini. Aku butuh, aku butuh dia meskipun dia harus berpura-pura peduli. Aku lihat jelas dia tertawa, ingin aku mengikutinya. Tapi, ada hal yang membuatku tertahan. "Sakitnya tuh disini!"

Aku tidak langsung pulang hari ini, menyisakan sedikit waktu yang aku miliki untuk menatap langit. Mengimajinasikan hal-hal sepele. Bagaimana awan bergerak, bagaimana awan berkejar-kejaran dengan angin, menari dan bahkan mereka sangat akur. Indahnya alam ini. Sampai ketika hujan turun dengan lebatnya. Benar-benar seperti gambaran kejadian hari ini. Aku singgah disebuah Mesjid, hujan semakin lebat. Tampak seseorang membawa motor kencang dengan sedikit hati-hati. Malangnya, kertas yang ia bawa basah terkena hujan. Aku membuka tas, mungkin plastik ini bisa berguna. "Terimakasih" katanya.

Aku belum mengganti bajuku, masih dengan pakaian bekas hujan tadi. Bukan masalah, karena pikiran tentang itu semakin mengusikku. Mataku basah, semakin berlinang. Jika saja aku bisa, aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. "Badan gak sehat". Aku paham, aku mengerti. Tidak ada nada tinggi. Aku hanya ingin, membuatmu bangga. Aku ingin seperti mereka diluar sana yang bisa sukses dengan cara mereka sendiri. Merangkai mimpi mereka dan mewujudkannya. Hanya tahun ini, mungkin tahun depan tidak ada lagi kesempatan ini. Innallaha Ma'ana.

Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Insya Allah semua akan baik-baik saja. Sayapku rusak, aku hanya butuh waktu untuk memulihkannya seperti semula. Ibu periku tidak bersamaku saat ini, mungkin dia sedang mendidik peri-peri yang lain. Aku tak apa, ada air yang setia menemaniku.



Danau ~

Kamis, 05 Juni 2014

Dunia Mayaku Pupus

Malam ini gak tau kenapa seneng aja muter lagu "Pupus"nya Dewa 19 (berkali-kali). Senang aja, entah ini beneran senang yang berpengaruh keperasaan atau cuma senang denger lagunya. Awalnya gak ada alasan untuk ini. Tapi ...

"Aku tak mengerti apa yang ku rasa, rindu yang tak pernah begitu hebatnya ...."
Aku rindu, rindu dunia yang telah lama aku tinggalkan secara perlahan. Rindu dunia mayaku, sahabat-sahabatku dan juga adik-adikku. Apa kabar mereka disana? Masihkah mereka merindukanku?

Alasan rindu ini adalah karena aku telah cukup lama berjalan mundur, perlahan. Aku tidak ingin mereka menggantungkan kehidupan mereka hanya berbatas di aku. Bukan maksud aku terlalu memuji diri seolah aku yang berhak atas mereka. Tidak, aku hanya tidak ingin mereka terlalu memikirkan aku, bahkan aku tidak ingin mereka menangisiku.

Ahh, pikiran yang sangat bodoh. Siapa aku bagi mereka? Mereka hanya memikirkan hidup mereka tanpa pernah peduli bagaimana cara Tuhan mempertemukan kita satu sama lain dalam sebuah dunia yang orang lain menganggap sebelah mata, sepele. Tapi, Tuhan memberikan hal ini ada pada kita, kita yang tidak merasa sepele. Untuk apa perkenalan ini? Aku yakin tidak ada yang sia-sia untuk ini dan Tuhan punya sebuah rencana yang sangat indah pastinya.

Untuk sahabatku di ujung sana, aku merindukanmu seperti merindukan pelangi dimalam hari. Aku tau, bahkan terlanjur yakin. Kau tidak akan pernah membaca tulisan ini, karena kau tidak peduli lagi padaku. Aku tau sebenarnya kau bukan membenciku, tapi aku butuh alasan mengapa keadaan yang tidak pernah aku inginkan ini hadir. Ingatkah bagaimana kita merangkai sajak persahabatan ini? Yang bahkan orang lain tidak memiliki apa yang kita miliki. Bahkan diamku juga tidak mengusik pikiranmu. Jika menjauhiku adalah sebuah caramu menyanyangiku, lakukanlah.

Untuk adikku dalam genggaman sang kakak. Aku merindukanmu, rindu bagaimana cara kita bercerita mengukir tawa. Maaf ketika aku harus melukis jarak, karena aku tau kalian lebih baik tanpa aku. Belajarlah untuk dewasa, jangan merengek lagi. Kita tidak hidup untuk masa lalu, lakukanlah hal yang menjadikanmu pribadi yang kuat. Jika kau merindukanku, pejamkan matamu dan rasakan kehadiranku. Usap air matamu, kita hanya butuh waktu untuk memulihkan keadaan ini. Aku tidak pergi, karena semua yang pergi pasti akan kembali meski bukan seperti apa yang kau inginkan. 


"aku persembahkan hidupku untukmu ..."