Minggu, 25 Januari 2015

Menulislah Nak

Ada sebagian besar yang menganggap remeh tulisan-tulisan ini. Sebagian tulisan ini memang terlihat tidak penting, hanya kumpulan sajak yang membuat orang sulit untuk mencerna tiap kata. Tidakkah kamu pernah berfikir bahwa setiap detik dalam hidupmu adalah hal yang berarti? Berarti tak selalu karena kau melakukan hal penyelamatan terhadap Negara, melainkan hanya sesederhana setiap detik dalam hidupmu tidak akan pernah kembali dan terulang lagi.

"Menulislah maka kau akan dikenang." 


Selasa, 13 Januari 2015

Sometimes

Kalau keadaan mengharuskan kita akan benar-benar bersama. Pasir, air dan senja...

Cerita ini ku tulis dengan mengabadikanmu. Ada syair yang mengiringi detak jantung, begitu sederhana sampai kita benar-benar terlupa bahwa kita telah dewasa. Tawa kita renyah, teriakan kita bising tapi angin membuat segalanya tetap baik-baik saja. Karena definisi bahagia itu sederhana; sekalipun harus tidur beralaskan pasir pantai putih asalkan bersamamu.

Banyak yang mengagumimu diluar sana, dan aku pun demikian. Tapi aku tidak ingin semua berakhir biasa saja. Setidaknya hingga aku terlanjur lelah menunggu. Meski sering kali pada bagian ini aku harus meradang, melawan rasa sakit. Ada celah untuk aku masuk kesana, hanya saja mungkin dia lebih dahulu. Aku tidak berharap banyak, sebanyak pasir yang ku genggam. Karena aku tahu deburan ombak ini semakin membuncah didada, sehangat senja yang menoleh.

Dalam perjalanan yang kita buat, seolah kita adalah sepasang merpati putih. Kau berhasil menjadi tempat ternyaman; aman. Kita kadang sering menduga-duga apa yang terjadi antara kita. Bagaimana mengkuliti rasa, sebab kita tidak pernah tahu. Aku akan tetap seperti ini, menatapmu diam-diam. Karena nyaman sering membuat orang lupa kalau kita hanya sebatas memuja.

I adore you...

Menulismu pada lembar terimakasih
Terimakasih karena telah mengajariku berlari; terlalu jauh
Meski yang ku tulis adalah kenangan, aku tidak bermaksud memintamu pulang
Berbahagialah, kau pernah ada

Sabtu, 03 Januari 2015

Biasakanlah

Andai. Aku sedang tidak menyukai siapa siapa, tidak mencintai siapa siapa. Aku sedang tidak mengharapkan siapa siapa dan aku sedang tidak ingin menunggu siapapun. Karena aku terlalu lelah untuk semua.

"Selamat pagi kupu-kupu, cerah mentari menanggalkan kesedihan yang terpatri disudut kamar, menanti sedikit sentuhan dari sang penjaga rimba untuk sedikit mencairkan suasana". Kukira kau mengingat tulisan ini. Tanpa rasa bersalah kau kirimkan setiap kata yang kau rangkai dibalik cermin.

Kau pernah bilang, ini cerita tentang kita. Hanya kau dan aku saja tanpa mereka. Beberapa diantara kisah kita sudah usang, dan kita membuat bab baru dimana kita menuliskan ulang dari awal. Tapi, sepertinya kita akan menemukan akhir yang menyedihkan, meski kita tersenyum bersama tapi tidak untuk kita. Biarkan takdir yang memilih.

Aku tidak sedih saat kau tinggalkan sendiri, aku hanya merasa bodoh— karena sempat percaya untuk memberimu kesempatan yang kesekian. Kau hanya lupa, kau pernah melakukan kesalahan ini lalu kepadaku kau meminta untuk memperbaiki— kini terulang kembali dan kali ini aku benar-benar berhenti. Awalnya aku merindukan percakapan kita, yang terkadang membahas hal-hal yang tidak penting. Kupikir kau sudah cukup dewasa untuk memahami arti kita yang sebenarnya. Bahkan aku sudah kehabisan cara memperjuangkan kita. Terima kasih sudah mengajarkan aku bagaimana cara menyerah. Aku bahagia.

Bahkan untuk memilikipun semua terasa begitu menyakiti. Ada waktunya untuk berdiam, ada waktunya untuk mengungkapkan. Ada waktunya menunggu, ada waktunya bergerak. Bukan tentang mana yang lebih baik, tapi tentang waktu yang tepat. Kau telah berjanji memperbaiki, kesempatan telah kuberi— berkali-kali. Namun bila semuanya masih terasa sama seperti dulu, lebih baik kita berhenti. Memaksakan, tidak akan pernah menghasilkan; kecuali ketidaknyamanan. Kita pernah menemukan seperti ini, dan dulu kita berhasil melewati. Jika saat ini aku berhenti, semoga kau mengerti.