Minggu, 07 Februari 2021

Riuh

Tak semua telinga mampu mendengar.

Sejatinya, tidak ada yang benar-benar mendengarkan.


Dikepalaku ada riuh yang berisik, bising dan kadang terlanjur memuakkan. Berdebat kusir dengan hati. Ada yang sedang ramai, berkejaran dikepalaku. Menjejalinya dengan hal penting dan tidak penting hingga membuatku bingung bagaimana cara menenangkannya. Tentang omongan orang tentangku yang berusaha kuabaikan tapi malah terngiang-ngiang. Tentang keraguan dan pandangan orang tuaku atas mimpi-mimpi yang ingin kumiliki. Tentang rencana-rencanaku yang dipatahkan oleh mereka. Tentang kekhawatiranku pada waktu, usia yang terus beranjak dan fase yang tak kunjung berubah. Pada sebahagiannya, aku masih sama seperti aku beberapa tahun lalu. Tak ada penambahan kapasitas yang signifikan, kuliah tapi tidak ada keahlian yang menonjol.  Aku ingin pulang, tapi tidak tahu ke mana.


Aku hanya ingin berada di sebuah tempat yang bisa membuatku merasa bahwa tidak apa-apa menjadi diriku yang demikian. Bertemu dengan orang-orang yang hangat tatapan matanya. Juga hangat penerimaan hatinya. Bahwa tidak apa-apa mengalami kegagalan dan berjalan tertatih pada masa-masa sulit. Tidak apa-apa kalau kebingungan. Tidak apa-apa kalau masih bingung dengan tujuan. Boleh kalau mau istirahat dulu, sejenak. Boleh kalau mau menangis dan marah kepada semua orang yang tak mampu memahami. Asal, jangan dulu menyerah.  Aku rumit dan tak dimengertikan. Aku butuh waktu untuk pulih; pun perkara memilih.


Singkatnya ini membicarakan tentang perempuan yang berkali-kali patah oleh pengharapan. Tentang perempuan penggenggam mimpi-mimpinya. Tentang perempuan yang ingin menyerah dan kalah. Tentang perempuan yang memilih baik-baik saja meski hatinya riuh dan tentang perempuan yang sedang berjuang ataupun yang sedang diperjuangkan. Tentang perempuan yang sedang menunggu sesuatu yang barangkali belum jua pasti datang. Tentang mereka, perempuan-perempuan yang sedang Allaah uji dan Allaah kuatkan. Barangkali bila bukan karna rahmat dan pertolongan Allaah, ia akan menyerah begitu saja dengan tangisan-tangisannya.


Ada yang sedang berjuang dalam kesunyiannya. Diam-diam tapi sungguh-sungguh. Saat orang lain begitu riuh menampilkan segala usaha yang sedang diupayakannya ia justru memilih bersembunyi. Baginya, cukuplah yang maha Mengetahui yang menilai, sekeras apa ia berjuang. Ada yang tengah berjuang di antara bising pikiran dan nuraninya. Setengah hati menyanggupi sebuah perjuangan yang tak perlu dikabarkan sementara bagian lain dari dirinya justru ingin nampak. Bahwa ia memang sedang mengusahakan sesuatu. Tidak diam, terus bergerak. Dunia harus tahu itu meski nuraninya pun tidak sepenuhnya sepakat.  


Aku tau benar, bahwa tidak ada keputusan besar yang mudah untuk diambil. Pasti akan melewati keresahan, ketakutan, kekhawatiran, dan segala hal yang membuatmu tak kunjung sampai tujuan. Tidak mudah membuat keputusan besar untuk hal-hal yang amat berarti dan berharga. Seperti rumah, sesuatu yang seharusnya menjadi tempat pulang. Justru menjadi sesuatu yang membuatku ingin sekali segera pergi. Kadang, Allaah begitu cepat menjawab keresahan kita. Melalui begitu banyak perantara yang kita temui. Atau jangan-jangan, aku menduga. Selama ini jawaban itu sudah terbentang luas di depan mata tapi akulah yang tidak mengenalinya. Hanya karena aku sibuk memikirkan diriku sendiri, sibuk berasumsi, dan tidak percaya bahwa Dia akan menolong. Bahkan aku lupa berdoa, meminta kepada-Nya. Semua masalah besar ini tidak ada artinya di hadapan Allaah Yang Maha Besar.


 Ada hal-hal didirimu yang mungkin bisa diterima orang lain, tidak oleh orang lainnya. Tidak mengapa, bukan tugasmu untuk membuat orang lain terpaksa menerimamu. Karena, sejak awal. Itulah warna hidupmu, tak perlu mengubahnya demi penerimaan, tak perlu mewarnainya dengan sesuatu yang justru membuatmu jadi tidak bisa menerima dirimu sendiri, hanya demi diterima orang lain. Maka, berdiam dan bergeraklah sesuai kondisi. Karena tak selamanya berdiam itu buruk, dan bergerak itu dibutuhkan. Tersenyumlah, ada hikmah di dalamnya. Jangan sampai kau berputus asa. 


“Kamu benar-benar akan diuji pada hartamu dan dirimu” (QS. Ali ‘Imran 186)


“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar,(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan ‘Inna lillahi wa inna illaaihi ra’jiun” (QS. Al baqarah 155-156)


“Seorang Mukmin pasti akan diuji pada harta, jiwa, anak dan keluarganya.”


“Sesungguhnya besarnya pahala tergantung dengan besarnya ujian. Sesungguhnya, apabila Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan mengujinya. Siapa yang ridha dengan ujian itu, maka ia akan mendapat keridhaan-Nya. Siapa yang membencinya maka ia akan mendapatkan kemurkaan-Nya.”



Iya benar, mendengarkan.

Tapi terkadang, kamu nggak paham.


Kamis, 17 September 2020

Kenangan Lama

Day 3 - A Memory
#30dayswritingchallange

Bermula sejak 2014..

Membedah sedikit ingatan lama yang membekas. Tahun dimana semua mulai terbentur, terbentur, dan terbentuk. Mencari jati diri sebenarnya, mengukur sejauh mana proses berjalan dengan sejuta pembelajaran. Masa ini sedang aktif-aktifnya kuliah. 

Ingatan pertama..
Dulu di UKM pertama yang aku ikuti, aku pernah menggambar diatas spanduk besar dengan ukuran 5x2 meter persegi. Duh, kebayang dong gimana besarnya. Pertama harus bikin kotak-kotak kecil untuk animasi masing-masing anggota, diukur satu persatu. Terus ngumpulin semua alat-alat lukis, pensil, penghapus, spidol, cat, kuas dan sebagainya. Acaranya itu kebetulan berkaitan dengan olahan limbah, eh apa sih yaa.. Lengkapnya lupa, tapi kreasi dari barang bekas lah intinya. Aku tentunya nggak kerja sendiri, butuh team creative lainnya juga. Kita juga nggak bisa apa-apa dan bukan siapa-siapa tanpa orang lain disisi kita. Ya kan?? Lanjut..

Setelah semua terkumpul, mulai ke tahap penentuan letak. Posisi siapa yang dipojok kiri atas, tengah, kanan atas juga bagian bawah. Kalau ditanya susah atau enggak, ini relatif. Tergantung sejauh mana kamu menikmati prosesnya. Kesalahan dalam sebuah karya juga pasti ada, ketumpahan cat, salah warna, terlalu miring, senyum kurang lebar sampai tinta spidol yang kehabisan. Waktu itu yang aku pikirkan adalah, bagaimana raut wajah teman-temanku ketika mereka melihat ada wajah baru mereka yang tergambar jelas disebuah maha karya. Adakah senyum mereka yang terukir? Mungkin.

Ingatan kedua..
Aku juga tergabung disebuah komunitas Volunteer didaerahku yang bergerak dibidang pendidikan dan soft skill. Menurutku, ini adalah salah satu pencapaian besarku. Tidak semua orang terpilih untuk memilih. Lucunya, diawal aku masih terlalu kaku untuk menjeslaskan siapa aku dan apa tujuanku. Wajar dan itu sangat manusiawi. Komunitas ini terdiri dari orang-orang yang beragam latar belakang, suku, karakter, bakat dan lainnya. Mereka adalah orang-orang hebat yang belum pernah aku temui sebelumnya. Dari mereka, aku banyak belajar. Bagaimana cara bersikap, saling berbagi, kerjasama, tanggungjawab, kebersamaan yang hangat, keluarga baru, cerita baru dan mengukir kenangan. Lalu apa yang kalian lakukan? Banyak lah. Klise sekali, haha..

Beberapa kisah, kami pernah terjebak disebuah genangan air pasang (ketika mengajar di wilayah pesisir) dan memilih untuk tetap melewatinya walaupun kami tahu itu adalah air asin. Alhasil ketika sampai dirumah, motor yang kami bawa harus segera mandi supaya jauh dari karat. Kami juga pernah makan besar disebuah panti asuhan, dimana adik-adik kebanggaan kami menyuguhi kami dengan sate kambing qurban, lengkap dengan nasi dan lauknya. Luar biasa rezeki hari itu, dan masih banyak kisah lainnya yang barangkali cukup (hanya) ada dalam ingatan masing-masing volunteer. Waah..

Ingatan terakhir yang ingin dibagikan..
Mereka mengenal aku sebagai Katir yang nge-Doodle. Eh iya, aku juga turut berkontribusi untuk design baju komunitas kami dengan insial huruf yang dibentuk dari susunan monster Doodle Art. Hal ini juga yang membuatku percaya diri dalam menggambar. Sederhananya, ternyata mereka suka.

Tulisan kali ini cukup singkat, semoga siapapun yang membaca ini bisa tetap mendapat dorongan untuk meraih apa yang dicari selagi kamu mau. Kita nggak akan pernah belajar kalau kita nggak pernah mencoba.

Sampai ketemu dihari keempat.

200917, Katir behind me.







Rabu, 16 September 2020

Sederhana Saja

 Day 2 : Things That Makes You Happy

#30dayswritingchallange


Welcome to day 2


1. Menggambar

Duh, ini jadi moodbooster (banget) sih. Saking senengnya kalau ngegambar, suka ngebagi-bagiin hasil karya juga ke orang lain. Ada aja, mulai dari coretan kecil yang ngasal, gambar seadanya, sampai sketsa tipis-tipis dengan penanda disudutnya. Tapi ada aja yang nerima, nggak tau deh beneran suka atau enggak. Faktanya, menggambar juga bisa jadi salah satu cara buat memproses informasi dan memecahkan masalah. Bahkan bisa lebih baik dalam menyimpan informasi daripada mendengarkan. Cakep nggak tuh??

Aku pribadi, lebih dulu mengenal lukisan natural dari sejak kecil. Banyak karya yang berseliweran dirumah, sisa cat yang mulai mengering, ujung kuas yang kaku, tetesan warna-warni dilantai sampai air dalam wadah yang mulai menghitam. Itu semua cukup untuk menjadi bekal, "oh, ini tak asing lagi". Lalu gimana untuk prosesnya?? Aku belajar, mandiri. Semua aku cari tau sendiri, nggak bisa bilang otodidak juga. Tapi menggambar dan melukis juga punya benang merah yang nggak sama dan cinta pertamaku adalah menggambar.

Belakangan ini, karya yang paling banyak itu adalah mencoret. Nama kerennya "Doodle Art". Banyak yang udah aku pelajari, kadang suka dijadiin kode kalau "laper" langsung aja ngegambar mangkok isi mie pake kuah. Hahaa.. It's simple. Aku suka setiap kali memulai sketsa, coretan pertama, menebalkan garis, menghapus bekas pensil, finishing. Ada rasa puas tersendiri yang meskipun nggak semua orang bisa mengapresiasi tapi aku senang dengan proses dan hasilnya.


2. Lampu Kota Malam Hari

3. Suara Hujan

4. Petrichor

5. Kitten

6. Dandelion

7. Biru

8. Didengar

9. Sayuran dan Buah Supermarket



Cukup 9 hal karena 7 terlalu mainstream, kalau 10 itu genap. Lebih dari itu takut kebanyakan, kurang dari itu bisa 1, 3, 5 juga bilangan prima. Udahlah 9 aja, 1 yang dijelaskan sisa 8 yang berkesinambungan dengan point nomer 8. Sampai ketemu hari ketiga.

200916, Katir behind me.


*petrichor


Senin, 14 September 2020

Aku dan Jejak Kulacino

 Day 1 (Describe Your Personality)

#30dayswritingchallange


Seperti kulacino. Aku, adalah jejak yang sengaja ditinggalkan. 


Di awal memang "agak" susah untuk membiasakan hal-hal yang sudah jarang dilakukan dan memilih memulai kembali. Menulis salah satunya. Terlebih menjelaskan tanpa menggurui tentang siapa "aku". Begitu banyak pertimbangan, seharusnya mereka tidak perlu tahu atau apa yang akan mereka pikirkan nantinya? Tentu saja, ini semua bagian dari jejak kulacino yang aku tinggakan.


Sulung, tumbuh mengeksplor diri sendiri dengan caranya. Masih sering melabel diri dengan introvert meski seringkali terjebak dalam ambivert. Senang dengan hal mengamati, memantau, dan terjebak dibalik layar. Berlatih mandiri, menyukai hal-hal kecil tak terduga, meskipun terlihat cuek dan acuh ketika pertama bertemu. Nyatanya menjadi introvert didunia yang bising bukan perkara yang mudah. Sering terlihat pendiam, padahal seisi kepalanya sangat riuh, banyak yang ingin diucapkan namun terlalu banyak kekhawatiran yang dirasakan sampai harus ditelan kembali. Berat ya?? 


Mencari jati diri, melawan ego, menahan amarah semua terekam jelas. Mencoba menjadi pendengar yang baik, belajar dengan memperhatikan dan mengasah sendiri. Aku bersyukur, setiap tulisan tersimpan makna mendalam seiring waktu berjalan. Aku dan jejak kulacino-ku.


200915, Katir behind me.



Selasa, 31 Maret 2020

Pura Pura (Luka)

Terkikis. Bahkan terlanjur memudar; menghilang.


Aku terdiam dibawah langit, menatap dengan nanar satu per satu daun yang menguning ditelapak kaki tanpa alas. Tak peduli tergores kerikil berserakan, tapi aku menikmati rasa sakit itu. Setetes demi setetes mulai terjatuh diseluruh penjuru, harum aroma petrichor serupa menjahit kenangan lalu. Dan lagi, aku menikmati masa-masa itu.

Banyak orang yang berkata bahwa aku ini bodoh. Rela mengorbankan setiap jejak-jejak waktu untuk menunggu. Mereka tahu apa?? Mereka tidak perlu tahu aku terluka. Mereka tidak perlu tahu jika hatiku nyaris rebah bahkan patah. Sesekali, aku pun ingin egois. Sebab menahan luka, membuatku hilang kendali akan tangis. 

Hujan masih belum reda, aku masih orang yang biasa. Terbiasa meratapi luka yang tak patut diingat lagi. Terbiasa dengan angin yang mencoba merayu kenangan. Terbiasa memintal mimpi pada bulan, lalu terbakar matahari. Benarkan?? Aku masih orang yang biasa. Begitu yang aku pahami. 

Perlahan kusandarkan diri pada sebuah batang cemara yang basah. Basah oleh tangis langit yang menghitam seperti sebuah gumpalan amarah. Seolah-olah berkata, jangan tautkan hatimu pada siapapun. Benar. Tak usah saling menyalahkan, kita sama-sama memiliki luka yang menyakitkan. Tetapi pada kenyataannya saat ini, meski tahun telah berganti. Aku masih saja membaca buku yang sama. Aku kembali menggali, dan aku berharap semoga aku bisa mengakhiri "pilihan" mengulang berkali-kali kisah ini. 

Kamu tahu? Sulit menjadi aku yang tahan akan luka. Hari ini, tidak satupun manusia yang akan peduli apakah ia telah melukai orang lain atau tidak. Namun pada saat yang bersamaan, mereka juga tidak ingin dilukai. Kamu berhak memilih, kamu juga berhak bahagia dengan apa yang kamu pilih. Aku memilih terluka, dan kamu memilih melukai. Mungkin lebih baik begini, berpura-pura baik-baik saja.

Pada akhirnya, kita akan berpura-pura.

Kamis, 07 Juli 2016

Untuk Mama, Aku Pulang

Aku masih saja terburu-buru. Masih banyak hal yang harus aku persiapkan, pikirku. Disudut kamar masih ada kardus kosong yang seharusnya sudah terisi sejak pagi tadi. Baju-baju yang berserakan diatas kasur, kain yang masih dalam mesin cuci, tas yang mulai sesak meskipun satu koper lainnya sudah terisi. Tetapi tetap saja pekerjaanku belum selesai. Padahal ini bukan kali pertama aku seperti ini. Handphone terus berdering, sudah enam panggilan tak terjawab. Aku melirik (lagi) ke layar, disana tertulis nama "mama". Dengan malas aku mengangkat dering yang ketujuh, langsung terdengar suara mama dari ujung sana. Udah dimana nak? Udah berangkat? tanya wanita tua yang aku panggil mama. Mama masih saja khawatir, sama sepertiku yang masih saja berkutat dengan tugas-tugas ini. Aku diam sejenak kemudian meminta mama untuk tetap sabar menunggu. Aku tahu mama rindu, mama ingin anaknya segera sampai dan memeluknya. Tapi, sabar untuk sebentar karena ini juga untuk mama.

Satu jam berlalu, aku kembali merogoh tas dan mengambil sebuah dompet. Ada sebuah kotak kecil didalamnya, mataku mulai sedikit basah. Sebuah perhiasan dan selembar kertas surat cinta untuk mama. Aku bersandar ditempat tidur dan membaca ulang. Ma, aku rindu.
Ma.. Adek punya sebuah surat kecil untuk mama. Mungkin ini nggak berarti apa-apa dibandingkan semua hal yang udah mama lakuin terutama dalam hidup adek. Ma, kita pernah hidup berbatas jarak ratusan kilometer jauh dari tempat kita biasa berkumpul. Kadang itu membuat rindu menusuk hati. Disaat adek benar-benar terpuruk, adek berharap ada mama disisi adek. Tapi Allah pasti punya cara tersendiri untuk membuat hamba-Nya lebih kuat & tegar. Ma.. Ada sesuatu yang mau adek kasih untuk mama. Mungkin sebenarnya mama juga bisa beli barang itu dengan uang mama. Mama bisa dengan mudah pilih sesuai yang mama mau, bahkan lebih bagus dari yang adek bisa kasih ke mama. Ma, mungkin harganya memang nggak seberapa, bentuknya yang sederhana juga kecil. Tapi mama harus tau satu hal kalau ini adek beli dengan uang yang adek dapat dari hasil kerja keras adek. Mama nggak perlu tau adek dapat uang dari mana, yang pasti uang ini halal dan bukan dari hal yang aneh-aneh. Ma, maaf kalau adek belum bisa kasih ke mama suatu hal yang berharga dan suatu hal yang mama impikan sejak lama. Lewat barang yang kecil ini, adek berharap sama Allah suatu hari adek bisa bawa mama naik haji bahkan adek berharap kita bisa sama-sama kesana. Semoga mama suka dengan hadiah kecil dari adek, mama pasti jadi lebih cantik meskipun sebenarnya mama adalah wanita tercantik pertama yang adek kenal sejak lahir. Ma.. semoga mama selalu dalam lindungan Allah & sehat wal afiat. Adek sayang mama.
Aku tersenyum, mataku tak lagi basah. Ma, sebentar lagi aku sampai. Ku langkahkan kaki perlahan menuju pintu. Tok, tok, tok. Assalamu'alaikum. Sesaat ada suara balasan dari balik pintu. Pintu dihadapanku terbuka, aku tersenyum lagi. Ada mama dihadapanku, aku memeluknya dan berbisik. Ma, adek pulang.


Jumat, 24 Juni 2016

Meringis

Kadang menjadi tidak tahu itu lebih menenangkan. Sudah sejak dua bulan lalu aku berhenti menulis, tetapi malam ini aku terlanjur rindu untuk sekedar menyapa. Hai. Sesekali aku berlatih diam, hanya dengan diriku saja. Namun sayangnya imajinasiku tidak berhenti. Seseorang diam, bukan berarti dia tidak merasa apa-apa. Dia tengah menunggu, menunggu untuk ditanya atau diinginkan lebih dulu. Hanya satu alasan klasik, takut diabaikan. Seseorang diam, bukan berarti dia tidak berusaha apa-apa. Kadang dia tengah bingung. Bingung harus menghampiri atau diam di tempat. Tapi setidaknya dia memikirkanmu. Seseorang diam, bukan berarti tidak peduli. Dia terus mencari cara untuk tidak tampak berlebihan di depanmu. Sulit baginya memandangmu seperti orang lain, karena bagian tersedihnya adalah dia takut kamu pergi. Seseorang diam, bukan berarti tidak rindu. Seseorang itu adalah aku dan diam adalah keahlianku. @kunamaibintangitunamamu

Kepada malam aku terus bercerita. Aku pernah menjaga malam disaat kau sibuk terpejam. Mendoakan sampai kau masih belum terjaga. Kubariskan kalimat indah pada tiap-tiap pintalannya, bagaimana aku memohon kepada Tuhan agar keadaan kembali membaik. Karena sebelumnya diantara kita sudah pasti ada yang terluka, bahkan aku yang menjadi sangat terluka. Meringis tertunduk dalam sajadah lusuh yang aku cintai sebagai penghubung antara aku dan Sang Pencipta. Aku tahu Tuhan pasti mendengar semua doaku tanpa aku meminta didengarkan sebelumnya. Biarlah jika memang harus begini, hapus semua kesedihan dan tenangkan aku sampai tiba batas akhirku. Tuhan, bagaimana aku akan berdiri tegak sedangkan untuk bersandar saja itu tidak mungkin. Tuhan, bagaimana aku bisa melihat senyum dari kedua orangtuaku jika aku masih saja terus begini. Tuhan, bagaimana aku kuat dalam setiap keadaan aku harus ditempa berkali-kali. Tuhan, seharusnya aku tidak akan pernah bertanya perkara ini. Karena seiring waktu aku akan menemukan jawabannya sendiri.


I know Allah will always here ❤️… Semua tangis, semua sedih akan ada balasan terbaik.