Aku hanya ingin menulis, menulis
dan menulis. Tak peduli siapa yang akan membaca nantinya. Suka atau
tidak suka. Dia yang peduli atau tidak, bukan hal yang harus aku
khawatirkan.
"Ibu peri, aku kehilangan sayapku".
Pagi
ini, tidak ada yang istimewa. Dari mulai aku beres-beres untuk
keberangkatan ke sekolah. Hari ketiga PPL (Praktik Pengalaman Lapangan).
Sampai hari ketiga ini, semuanya masih biasa. Belum ada kegiatan yang
menyibukkan, hanya saja harus sering-sering urut dada. Alasannya,
keegoisan.
Apa
yang kalian pikirkan? Kenapa terus-terusan mengeluh?
Membanding-bandingkan? Kita sedang dicoba, mendapat ujian. Pantaskah
jika hanya bisa berbicara hal-hal yang seharusnya tidak perlu
diumbar-umbar. Astaghfirullah. Maafkan hamba-Mu Ya Rabb.
Ruangan
ini memang ramai, seolah berlomba-lomba untuk menceritakan apa-apa yang
telah dialami setelah berada di lapangan. Bagaimana denganmu?
Pertanyaan ini sangat menjengkelkan rasanya. Aku tertekan, menghadapi
hal-hal yang sebenarnya tidak pernah ada dalam pikiranku. Ini sudah hari
ketiga, tapi tetap saja.
Bukan
ini saja, aku harus kembali dihadapkan oleh situasi yang cukup rumit.
Menjadi pikiran, mengganggu. Aku berharap ketika itu dia ada, menepuk
pundakku. Menggenggam tangan ini, berusaha menatap mataku meski aku
tidak benar-benar memintanya. Setidaknya aku tidak merasa kehilangan
seperti ini. Aku butuh, aku butuh dia meskipun dia harus berpura-pura
peduli. Aku lihat jelas dia tertawa, ingin aku mengikutinya. Tapi, ada
hal yang membuatku tertahan. "Sakitnya tuh disini!"
Aku
tidak langsung pulang hari ini, menyisakan sedikit waktu yang aku
miliki untuk menatap langit. Mengimajinasikan hal-hal sepele. Bagaimana
awan bergerak, bagaimana awan berkejar-kejaran dengan angin, menari dan
bahkan mereka sangat akur. Indahnya alam ini. Sampai ketika hujan turun
dengan lebatnya. Benar-benar seperti gambaran kejadian hari ini. Aku
singgah disebuah Mesjid, hujan semakin lebat. Tampak seseorang membawa
motor kencang dengan sedikit hati-hati. Malangnya, kertas yang ia bawa
basah terkena hujan. Aku membuka tas, mungkin plastik ini bisa berguna.
"Terimakasih" katanya.
Aku
belum mengganti bajuku, masih dengan pakaian bekas hujan tadi. Bukan
masalah, karena pikiran tentang itu semakin mengusikku. Mataku basah,
semakin berlinang. Jika saja aku bisa, aku tidak akan menyia-nyiakan
kesempatan ini. "Badan gak sehat". Aku paham, aku mengerti. Tidak ada
nada tinggi. Aku hanya ingin, membuatmu bangga. Aku ingin seperti mereka
diluar sana yang bisa sukses dengan cara mereka sendiri. Merangkai
mimpi mereka dan mewujudkannya. Hanya tahun ini, mungkin tahun depan
tidak ada lagi kesempatan ini. Innallaha Ma'ana.
Tidak
ada yang perlu dikhawatirkan, Insya Allah semua akan baik-baik saja.
Sayapku rusak, aku hanya butuh waktu untuk memulihkannya seperti semula.
Ibu periku tidak bersamaku saat ini, mungkin dia sedang mendidik
peri-peri yang lain. Aku tak apa, ada air yang setia menemaniku.
Danau ~
2 komentar:
innallaha ma'ana, dan aku bersamamu.hehe..
berbaik sangkalah pada Tuhan. karena skenario ini sudah lebih dulu disusun sebaik mungkin olehNya.. tak ada yang perlu dikhawatrkan..semua akan baik baik saja. sejauh ini saja, kamuu sudah mantap, sudah oke. smngat goch.:)
Semua akan baik-baik saja :)
Posting Komentar